Kamis, 12 November 2009

REVITALISASI DOKTRIN KEMARITIMAN DALAM RANGKA MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI DAN PERTAHANAN STRATEGIS BERBASIS KELAUTAN


Negara Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas, terdiri dari ribuan gugusan pulau-pulau baik besar maupun kecil serta luas lautan meliputi hampir dua pertiga dari luas wilayah negara keseluruhan. Letak geografisnya dilintasi oleh garis khatulistiwa, karena itu negara Indonesia memiliki iklim tropis dengan tanah yang sangat subur. Berbagai keragaman tumbuh-tumbuhan dan hewani baik yang dapat hidup di daratan maupun lautan turut menambah daftar kekayaan alam bangsa ini. Kekayaan alam Indonesia merupakan berkah yang sejatinya mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang hidup didalamnya. Namun sayangnya, anugrah geografis yang begitu berlimpah dari sang Khalik ibarat mitos bagi terwujudnya kesejahteraan ekonomi dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Kekayaan alam berdasarkan kajian geografis menjelaskan potensi yang luar biasa. Potensi ini memungkinkan Indonesia menjadi negara maju dan kuat. Wilayah darat Indonesia mengandung banyak minyak, logam, gas, mineral serta batu-batuan. Tanahnya yang subur sangat baik bagi pengembangan ekonomi pertanian dan agrobisnis. Panorama alam yang indah juga memberikan kontribusi pengembangan ekonomi di sektor pariwisata. Kekayaan sumber daya laut Indonesia tak kalah hebatnya. Betapa tidak, wilayah laut Indonesia memiliki begitu besar potensi seperti menjadi sumber energi, sumber bahan makanan dan farmasi, sebagai media lintas laut antar pulau dan manca negara serta menjadi kawasan perdagangan dan wilayah pertahanan.

Namun besarnya angka kemiskinan penduduk Indonesia baik petani maupun nelayan, keterbelakangan pembangunan dan pendidikan daerah perbatasan dan pesisir, tingginya angka pengangguran merupakan fakta bahwa kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah belum menunjukkan pemahaman terhadap potensi-potensi yang dimiliki bangsa ini. Para politisi dan calon pemimpin negeri, - meskipun sudah bersiap menyambut pesta politik 2009,- masih menawarkan program kerja terkesan klasik. Isu program yang disampaikan masih berkutat pada masalah kemiskinan, kesehatan, pendidikan dan kebangkitan ekonomi rakyat kecil. Dari sekian banyak program yang disampaikan tak ada yang mampu menjabarkannya secara kongkrit, kecuali isu pemberdayaan ekonomi rakyat kecil sebagai usaha untuk meraih simpati massa. Tidak heran jika banyak rakyat merasa kebingungan apa yang menjadi masalah kemiskinan ekonomi di sebuah negeri yang konon sangat kaya akan sumber daya alam dan budayanya ini.

Beberapa akademisi, praktisi maupun peneliti mengatakan bahwa kesalahan pemimpin negeri ini adalah ketidakmampuannya dalam merumuskan kebijakan ekonomi riil bagi rakyat berbasis pada potensi geografis yang dimiliki. Para pembuat kebijakan nampaknya masih terfokus pada ekonomi kapitalis dengan simbol-simbol pertumbuhannya seperti gedung-gedung megah dan tinggi, menjamurnya pabrik-pabrik manufaktur, bisnis properti, serta bangunan hotel-hotel dan resort di pesisir pantai bagi pesatnya pariwisata yang tidak diimbangi dengan pengelolaan lahan-lahan yang menjadi sumber penghidupan ekonomi rakyat kecil. Kalaupun ada rumusan diatas kertas berikut strategi dan tujuannya, pada pelaksanaanya tetap saja tidak optimal, alih-alih yang menjadi kambing hitam adalah minimnya anggaran bagi pengembangan ekonomi rakyat kecil dan kualitas sumber daya manusia dalam tataran teknis pelaksanaan. Selain itu pengembangan ekonomi yang didasarkan pada sumber penghidupan rakyat kecil tidak memberikan keuntungan besar dan langsung dinikmati oleh pengusaha dan pejabat kita daripada ekonomi yang berbasis pada industri dan kapitalisasi.

Pengembangan ekonomi berbasis industri jelas-jelas bukan sumber penghidupan ekonomi rakyat secara riil. Jika dilihat dari kondisi geografi maka pembangunan perekonomian seharusnya bergerak di sektor agraris dan kelautan sebagai sumber penghidupan ekonomi rakyat yang sudah membudaya seperti pertanian, perkebunan dan kehidupan nelayan. Namun, paradigma ekonomi kapitalisasi telah mengganti lahan persawahan dan perkebunan dengan berdirinya pabrik-pabrik industri, gedung-gedung yang tinggi, dan bisnis properti tadi. Melihat realita tersebut, eksploitasi dan eksplorasi di daratan jelas sudah tidak memiliki ruang yang cukup lagi bagi ekonomi agraris. Namun kita tidak perlu berkecil hati, karena masih memiliki potensi yang belum sepenuhnya digali dan cenderung diabaikan selama beberapa tahun rezim kekuasaan di negeri ini. Potensi itu ada di wilayah perairan Indonesia yang luasnya melebihi luas daratan yang ada. Dengan adanya potensi yang luar biasa tersebut sudah seharusnya kita melirik kepada pengembangan ekonomi sumber daya alam laut yang kini menjadi kekayaan alam Indonesia yang tersisa.

POTENSI KELAUTAN, TANTANGAN DAN PERUBAHAN PARADIGMA GEOPOLITIK INDONESIA
Potensi ekonomi dari sumber daya alam laut Indonesia
Jauh sebelum Indonesia merdeka, -di masa kerajaan-, wilayah Indonesia sudah terkenal dengan kejayaan maritimnya. Sebagai bukti sejarah, kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia menggunakan laut sebagai media perlintasan perdagangan hasil kekayaan alam, mengantarkan utusan kerajaan hingga penaklukan antar penguasa wilayah kerajaan. Kemudian, di abad ke-16, ketika para petualang-petualang laut mancanegara dari Portugis dan Belanda memasuki wilayah Indonesia, laut dijadikan media lintas perdagangan rempah-rempah dari Indonesia ke benua Eropa dan Asia. Sampai ketika Cornelis de Houtman pada tahun 1595 berhasil bekerjasama dengan Sultan Banten yang pada akhirnya menguasai Indonesia, Serikat Dagang Belanda (VOC) membangun imperium maritim terbesar di dunia dengan ibukotanya Batavia.

Setelah Indonesia merdeka, kejayaan maritim yang dibangun pemerintah Belanda tidak serta merta disumbangkan kepada Indonesia. Di awal kemerdekaan, pemerintah Indonesia masih harus berjuang keras untuk mendapatkan pengakuan internasional atas wilayah perairan Indonesia. Pada waktu itu, pengakuan hukum laut internasional atas wilayah perairan Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda tahun 1939, yaitu Teritoriale Zeeen en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939), yang menyatakan wilayah laut Indonesia 3 (tiga) mil dari pantai. Berdasarkan ketentuan ini pula, maka wilayah perairan laut Indonesia yang terdiri atas 17.480 pulau tercerai berai, laut memiliki makna sebagai pemisah karena diantara pulau-pulau tersebut terdapat wilayah laut yang termasuk ke dalam wilayah internasional. Jelas penentuan batas wilayah berdasarkan TZMKO 1939 tersebut dapat menjadi ancaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pada tahun 1957, Perdana Menteri Ir. Djoeanda menolak batas wilayah laut Indonesia yang hanya tiga mil berdasarkan TZMKO 1939 tersebut dan mengumumkan ke seluruh dunia bahwa wilayah laut Indonesia adalah laut di sekitar, di antara dan di dalam Kepulauan Indonesia. Dengan demikian batas wilayah laut Indonesia meliputi ¾ luas territorial Indonesia. Deklarasi Djuanda tersebut tidak mendapatkan respon positif dari dunia internasional. Namun pemerintah Indonesia melalui pakar hukum laut, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja berhasil memperjuangkan Deklarasi Djuanda. Pada tahun 1982, dunia Internasional berdasarkan penetapan Konvensi Hukum Laut PBB melalui UNCLOS (United Nation Convention on Law of The Sea) menyepakati kedaulatan Negara Indonesia atas wilayah lautnya sebagaimana yang pernah disampaikan pada Deklarasi Djuanda. Dengan demikian hakikat laut dipahami sebagai penghubung atau pemersatu kepulauan yang ada di Indonesia yang kemudian kita kenal dengan konsep Wawasan Nusantara.

Pengakuan dunia internasional atas bertambahnya wilayah laut Indonesia menjadi aset luar biasa bagi terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Di dalam laut Indonesia mengandung kekayaan alam yang berlimpah dan sampai saat ini belum digarap secara optimal oleh pemerintah Indonesia. Tidak heran, jika banyak negara-negara luar merasa iri dan sangat berkepentingan atas wilayah laut Indonesia tersebut. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan konflik berkepanjangan apabila tidak segera diatasi dan juga merugikan bangsa Indonesia.

Berdasarkan ketetapan UNCLOS 1982, luas perairan laut Indonesia diperkirakan mencapai 5,8 juta km2 yang terdiri dari 0,8 juta km² laut territorial, 2,3 juta km² laut nusantara, dan 2,7 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE). Panjang garis pantai Indonesia yang mencapai 95.181 kilometer termasuk terpanjang keempat di dunia.
Di wilayah laut Indonesia memiliki potensi perikanan. Beberapa catatan penelitian kelautan sedikitnya ada 1.200 jenis ikan dan 600 jenis karang hidup. Dari potensi perikanan tersebut diperkirakan sebanyak 6,26 juta ton ikan per tahun dapat dihasilkan. Jika potensi ini dapat dikelola dengan baik disertai dengan pelestarian lingkungan maka sebanyak 4,4 juta ton ikan per tahun dapat ditangkap di perairan Indonesia.

Berdasarkan penelitian tahun 2001 wilayah perairan laut Indonesia khususnya di perairan Kepala Burung Papua merupakan wilayah pemasok utama sumber hidupan laut, seperti larva ikan. Wilayah perairan yang menjadi sumber hidupan laut ini sangat penting untuk dikelola dan dilestarikan bagi keberlanjutan pengembangan ekonomi di sektor perikanan komersial. Selain potensi perikanan, bentangan wilayah perairan laut Indonesia yang begitu luas juga menyimpan keragaman hayati (biodiversity) tertinggi di dunia. Wilayah perairan laut Indonesia terkenal dengan keragaman jenis terumbu karang, mangrove, ikan, udang, kepiting, dan rumput laut (seaweed). Seperti kita ketahui, usaha pembudidayaan rumput laut kini sudah berorientasi pasar mancanegara.

Tapi sungguh disayangkan, pemanfaatan potensi perikanan dan keragaman hayati laut Indonesia belum dikembangkan secara optimal oleh pemerintah. Padahal, pengembangan ekonomi sektor perikanan dan biota laut lainnya sangat penting bagi peningkatan ekonomi masyarakat nelayan Indonesia yang memang hidupnya tergantung pada kegiatan usaha perikanan dan budidaya hayati di wilayah perairan laut Indonesia. Pemerintah seringkali berpaling dari pengembangan sektor kelautan karena lebih memfokuskan kebijakan pembangunan di sektor daratan. Ketidakberpihakan terhadap pembangunan ekonomi di sektor kelautan menjadikan sebagian besar masyarakat nelayan Indonesia yang tinggal di pesisir pantai termasuk kelompok warga negara yang mengalami masalah kesejahteraan, kemiskinan, dan rendahnya kualitas pendidikan. Terlebih lagi, jika daerah pesisir pantai tersebut merupakan daerah terisolir dan jauh dari pusat kekuasaan.

Pengelolaan dan perlindungan sumber daya laut sangat penting untuk segera dilakukan demi kelangsungan penghidupan masyarakat lokal di daerah pesisir pantai. Mata pencaharian masyarakat nelayan yang tinggal di pesisir pantai sangat tergantung pada lautan, sehingga pemerintah harus melakukan pembangunan di sektor kelautan dan menjaga pelestariannya agar ekosistem laut tetap sehat dan bermanfaat sebagai tanggung jawab sesuai dengan UUD amandemen yang mewajibkan pemerintah menjamin penghidupan yang layak bagi warga negaranya.

Bukan saja potensi perikanan, sumber daya alam bawah laut Indonesia menyimpan cadangan minyak, gas serta mineral lainnya. Berdasarkan hasil ekspedisi penelitian yang dilakukan sepanjang tahun 2001 oleh peneliti Indonesia melibatkan perguruan tinggi di Indonesia bekerjasama dengan tenaga-tenaga ahli dari beberapa negara maju seperti Jerman dan Australia, wilayah laut dalam Indonesia memiliki 60 cekungan yang mengandung endapan minyak dan gas bumi. Kandungan minyak dan gas bumi dalam cekungan dasar laut tersebut diperkirakan dapat menghasilkan 84,48 miliar barrel minyak. Dari jumlah cekungan itu, 40 cekungan terdapat di lepas pantai dan 14 cekungan lagi ada di pesisir. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri (2004) cadangan minyak dan gas bumi ini tersebar pada lokasi perairan yang terpencil. Saat ini, masih ada sekitar 22 cekungan yang belum diteliti atau dieksplorasi kandungannya.

Ekspedisi bawah laut yang dilakukan oleh peneliti Indonesia bekerjasama dengan peneliti asing tersebut menemukan serangkaian gunung-gunung api di dasar laut yang dapat dikaitkan dengan potensi mineral logam hidrotermal di dasar laut. Penelitian ini dilakukan di sekitar wilayah Laut Flores-Laut Banda dan wilayah perairan sekitar Nusa Tenggara Timur. Ditemukannya mineral logam pada endapan hidrotermal di dasar laut ini merupakan indikator kemungkinan terbentuknya mineral- mineral logam lain yang memiliki nilai ekonomis tinggi, seperti emas, perak, seng, tembaga dan timbal. Hasil temuan-temuan dari ekspedisi penelitian bawah laut tersebut sudah pasti dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan negara dengan cara mengundang para investor untuk mengelolanya agar menjadi komoditas pengembangan ekonomi secara riil. Selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi, laut Indonesia juga memberikan kontribusi terhadap pelestarian lingkungan. Udara yang melingkupi bumi kita berkumpul jutaan kilo karbon yang bisa menjadi bencana bagi kelangsungan hidup umat manusia. Jutaan karbon itu menyekap manusia ibarat dalam sebuah rumah kaca. Efek rumah kaca tersebut telah meningkatkan panas suhu bumi yang berakibat pada mencairnya salju di kutub utara, terbunuhnya flora dan fauna, serta perubahan iklim dan cuaca yang sangat merugikan bagi kehidupan manusia. Kemampuan usaha pertanian dan peternakan sebagai sumber makanan manusia menjadi berkurang karena tanaman dan hewan tidak bisa hidup karena tidak tahan terhadap hawa yang terlalu panas. Meningkatnya suhu bumi (global warming) akibat jutaan karbon yang melingkupi bumi kita merupakan ulah manusia sendiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penggunaan bahan bakar minyak (fosil) dari kendaraan dan pabrik merupakan salah satu penyumbang terbesar polusi udara yang mana hasil emisi energi fosil (bahan bakar minyak) tersebut, telah melepaskan jutaan karbon-karbon mengumpul di udara.

Untuk meminimalisir dampak dari meningkatnya suhu bumi (global warming), beberapa negara menandatangani kesepakatan internasional yang disebut dengan Protokol Kyoto untuk memberikan bantuan pembelian karbon dari negara yang memiliki sumber daya untuk penyerapan karbon kembali ke bumi. Kesepakatan internasional berdasarkan Protokol Kyoto ini jelas memberikan keuntungan bagi Indonesia. Selain hutan, laut Indonesia memiliki potensi sumber daya alam penyerap karbon. Menurut Anugrah Nontji, peneliti LIPI bidang oseanografi dalam bukunya yang berjudul ‘Tiada Kehidupan di Bumi Tanpa Keberadaan Fitoplankton’ menjelaskan bahwa fitoplankton yang tumbuh di laut juga memiliki kemampuan berfotosintesis sama seperti tumbuhan di darat. Dalam proses fotosintesis tersebut, fitoplankton mengkonsumsi karbon untuk menghasilkan senyawa organik lain yakni oksigen (O2) yang menjadi dasar kehidupan bagi hampir semua mahluk hidup di dunia. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, lautan Indonesia yang sangat luas ini berpotensi untuk menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah yang cukup signifikan. Kemampuan menyerap karbon oleh fitoplankton yang hidup di laut Indonesia sebesar 46,6 persen. Penelitian Anugrah Nongtji ini, dibuktikan kembali oleh DR. Armi Sudandi seorang peneliti bidang Meteorologi ITB yang melakukan prediksi penyerapan karbon oleh lautan Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan, prediksi akan meningkatnya penyerapan karbon di laut Indonesia hingga tahun 2050 dan akan mengalami penurunan kemampuan penyerapan dari tahun 2060 hingga 2100. Potensi ini seharusnya bisa dilirik sebagai sumber devisa negara dalam penjualan karbon sebagai format Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM), tentu saja tanpa berusaha merusak biota laut yang dapat mengurangi kuantitas fitoplankton yang hidup di dalam laut Indonesia tersebut.

Tantangan-tantangan dari Laut Indonesia
Potensi ekonomi yang dapat dihasilkan dari laut Indonesia memang membuat orang-orang akan berdecak kagum mendengarnya. Namun, potensi ekonomi yang dihasilkan dari sumber daya laut Indonesia itu bisa saja berkurang atau bahkan hilang sama sekali, jika bangsa kita tak mampu mengelola dan memelihara kelestarian ekosistemnya dengan baik. Polusi dan limbah kimia sebagai akibat kegiatan di daratan dan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pelestarian lingkungan, bisa membunuh hewan renik terkecil termasuk fitoplankton di lautan ini. Limbah-limbah daratan tersebut memberikan kontribusi terhadap punahnya kehidupan hayati di lautan dan merusak ekosistem perairan lautan Indonesia. Banyak satwa laut dan tumbuhan yang hidup didalamnya membutuhkan perlindungan akan keberadaannya. Abrasi, polusi perairan, kerusakan terumbu karang, pendangkalan, dan penangkapan ikan yang tak ramah lingkungan turut menyumbang isu nyata degradasi lingkungan. Karena itu kita perlu juga melakukan pengembangan teknologi kelautan untuk mengembalikan kelestarian lingkungan dan memelihara ekosistem laut yang sehat. Tidak bisa dipungkiri potensi-potensi kelautan dapat memberikan berjuta manfaat bagi kehidupan kita termasuk kelangsungan sumber penghidupan bagi masyarakat nelayan yang hidup di dekatnya.

Disamping isu lingkungan yang dapat merusak potensi kelautan, isu pencurian ikan secara ilegal (illegal fishing) juga merupakan tantangan yang kita hadapi di wilayah perairan laut Indonesia. Betapa meruginya bangsa Indonesia yang tidak bisa mengambil manfaat dari sumber daya alamnya sendiri, melainkan manfaat tersebut dirasakan oleh bangsa lain. Laut Indonesia yang begitu luas tanpa ada penjagaan yang ketat merupakan ladang empuk bagi nelayan asing yang mencuri ikan di perairan laut Indonesia. Nelayan-nelayan asing ini biasanya dilengkapi dengan peralatan-peralatan penangkapan ikan yang canggih. Beda halnya dengan nasib nelayan kita, jika ingin melaut harus memperhatikan arah angin dan cuaca, dengan peralatan alat tangkap dan perahu yang seadanya bahkan tidak layak menjamin keselamatan mereka, para nelayan kita berusaha melangsungkan hidupnya sekaligus menghidupkan kegiatan ekonomi rakyat yaitu kelangsungan transaksi antara pembeli dan pedagang di pasar-pasar tradisional. Lantas, siapa yang sebenarnya menjadi pahlawan ekonomi kita ?

Di wilayah laut Indonesia memang tempat terjadi banyak kegiatan-kegiatan illegal. Laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana angkutan barang-barang illegal, mulai dari pencurian kayu gelondongan (illegal logging), penyelundupan barang-barang elektronik dan obat-obat terlarang, ideologi terlarang dan terorisme, penyelundupan senjata (arm smuggling), termasuk perdagangan manusia (human trafficking). Kesemuanya itu termasuk kedalam kategori kejahatan transnasional karena dilakukan secara sistematis dan rapih oleh organisasi-organisasi internasional. Belum lagi masalah penyelundupan pasir laut yang dilakukan oleh asosiasi-asosiasi perusahaan (dan bisa jadi adanya persengkongkolan dengan dengan elit lokal maupun nasional), seperti kasus penambangan pasir laut di perairan Riau yang dijual ke Singapura. Meskipun kegiatan penambangan pasir laut itu sudah dibekukan, namun kejahatan itu jelas merugikan bangsa dan negara Indonesia.

Wilayah perairan laut kita memang merupakan surga bagi orang-orang (warga asing) yang berkepentingan didalamnya. Dibukanya 3 wilayah ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) Utara – Selatan berdasarkan kesepakatan dalam UNCLOS 1982 yang mewajibkan Indonesia membuka wilayah laut bagi jalur pelayaran internasional turut menyumbang tantangan-tantangan nyata bagi Indonesia. Setelah dibukanya 3 wilayah ALKI Utara-Selatan tersebut ternyata tidak cukup bagi kepentingan pelayaran internasional, beberapa negara menuntut Indonesia untuk membuka ALKI barat-timur yang meliputi Laut Banda, Laut Jawa dan Laut Flores. Jika ALKI barat-timur tersebut disepakati maka tidak menutup kemungkinan tantangan-tantangan baru akan dihadapi Indonesia. Seperti yang sudah kita jelaskan pada potensi kelautan Indonesia, potensi kandungan minyak dan gas yang berada dalam cekungan dasar laut Indonesia berada di wilayah pesisir dan dasar laut di sekitar wilayah ALKI barat-timur tersebut. Tantangan baru yang akan dihadapi Indonesia yang termasuk kejahatan transnasional diantaranya adalah penambangan illegal (illegal mining) yang dapat menguras cadangan minyak dan gas yang ada di laut Indonesia. Maraknya kejahatan lintas negara (Transnational Organized Crime-TOC) disebabkan oleh kondisi keselamatan, keamanan dan ketahanan di laut yang lemah. Bisa dipastikan hampir seluruh kejahatan transnasional menggunakan laut sebagai medianya. Permasalahan keselamatan, keamanan dan ketahanan laut Indonesia menjadi konflik kepentingan nasional dan internasional yang semakin rumit. Karena itu, perlunya langkah-langkah yang tepat untuk membenahi kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai pengembangan ekonomi sekaligus pertahanan strategis di wilayah laut Indonesia.
Tantangan-tantangan yang dihadapi Indonesia di wilayah laut terasa semakin kompleks. Jika dilihat dari letak geografis Indonesia yang berada diantara Samudera India dan Samudera Pasifik serta antara Benua Asia dengan Australia, maka Indonesia berada ditengah kawasan rawan konflik antara kepentingan timur dan barat menghadapi kekuatan-kekuatan militer negara adidaya Amerika Serikat dengan Rusia, dan juga munculnya kekuatan-kekuatan baru yakni China, Jepang, Korea, India dan Pakistan. Baik negara adidaya dan munculnya kekuatan-kekuatan negara lainnya bisa menjadi konstelasi politik yang semakin memanas sehingga mewajibkan Indonesia untuk mencermati situasi kawasan yang mengandung peta konflik yang paling berbahaya di dunia. Dibelahan barat, terdapat konflik India - Pakistan, Tamil - Srilangka, sedangkan dibelahan timur ada konflik dua Korea, China - Taiwan, konflik Spratly dan Paracels. Selanjutnya di kawasan Asia Tenggara juga ada konflik teritorial antara rumpun Asean. Kesimpulannya, Indonesia berada pada hubungan yang memendam konflik dunia yang luar biasa.

Perubahan Paradigma Geopolitik Indonesia
Konstelasi politik di antara negara-negara di wilayah barat dan timur sangat mungkin menjadi ancaman militer, sehingga kapasitas komponen pertahanan militer Indonesia harus ditingkatkan. Di wilayah kelautan jelas Angkatan Laut (TNI-AL) mendapat peran yang besar dalam menjaga pertahanan dan menangkal segala bentuk ancaman yang datang di wilayah perairan Indonesia. Konsekuensi logisnya adalah pemerintah Indonesia harus merancang pertahanan maritim yang akan berpengaruh besar terhadap pertahanan Indonesia secara keseluruhan. Hal inilah yang mendasari penyusunan langkah-langah bagi kebijakan pengembangan ekonomi dan kekuatan pertahanan strategis di wilayah perairan laut Indonesia.

Paradigma geopolitik Indonesia -wawasan nusantara- yakni pemahaman negara Indonesia yang terdiri dari gugusan pulau-pulau dengan konsep pertahanan negara kepulauan sebaiknya disandingkan dengan doktrin kemaritiman yang merupakan cara pandang wilayah kelautan yang menghubungkan pulau-pulau didalamnya. Bercermin kepada sejarah kejayaan maritim Indonesia dan pentingnya mempertahankan wilayah lautan yang luasnya melebihi luas daratan serta menjaga potensi-potensi sumber daya alam yang ada didalamnya, maka tidak ada salahnya jika kita merubah pola pikir pertahanan dan pembangunan yang lebih mengedepankan aspek kemaritiman. Doktrin negara yang dibutuhkan adalah doktrin negara maritim yang mana sektor ekonomi dan pertahanan strategis berbasis kelautan serta mewujudkan negara Indonesia menjadi negara maritim besar didunia menjadi suatu hal yang mendesak untuk segera direalisasikan.

MANAJEMEN KELAUTAN : PENGEMBANGAN EKONOMI DAN PERTAHANAN STRATEGIS BERBASIS KELAUTAN
Potensi laut Indonesia meliputi perikanan, pariwisata bahari, pertambangan minyak, gas dan kandungan mineral lainnya serta potensi jasa kelautan. Namun sayangnya pembangunan di sektor kelautan sampai saat ini belum memberikan kontribusi yang berarti bagi peningkatan ekonomi bangsa, apabila dibandingkan dengan potensi yang dimiliki. Hal ini terjadi akibat orientasi pembangunan (termasuk di bidang pertahanan) yang cenderung berbasis daratan, bukan lautan. Padahal sektor kelautan yang mulai digali sejak berhembusnya reformasi diharapkan dapat menjadi sektor utama pengerak ekonomi (leading sektor).

Potensi dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia berkenaan dengan wilayah lautnya, begitu besar. Begitu pula dengan harapan peningkatan ekonomi bangsa dalam pengelolaannya. Dengan demikian, sudah seharusnya pemerintah Indonesia merumuskan kebijakan mengenai pengelolaan kelautan baik ekonomi dan pertahanannya secara mendetail. Wilayah laut Indonesia merupakan wilayah yang mempunyai banyak fungsi sehingga sangat disayangkan jika tidak dikelola dan dilestarikan sebaik mungkin. Perumusan pengelolaan kelautan bisa dilakukan dengan cara merancang sebuah manajemen kelautan yang meliputi kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan pertahanan wilayah laut Indonesia, pengembangan organisasi ekonomi dan pertahanan, pemutakhiran teknologi dan penelitian bagi kepentingan ekonomi dan pertahanan berbasis kelautan, serta konservasi alam kelautan Indonesia.

Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Dan Pertahanan Wilayah Laut
Jika kita menginginkan pengembangan ekonomi di sektor kelautan sebagai penggerak utama perekonomian bangsa, maka kita memerlukan kebijakan makro pembangunan ekonomi dan pertahanan sektor kelautan yang efektif dan efisien. Kebijakan ekonomi yang berpihak pada sektor kelautan harus memberikan keleluasaan ruang pertumbuhan dan pengembangan sektor secara optimal dalam rangka mendukung peningkatan ekonomi bangsa dan terutama dalam menghadapi tantangan-tantangan globalisasi yang berkenaan dengan masalah di wilayah perairan laut Indonesia yang semakin kompleks.

Salah satu kebijakan yang dapat dirumuskan yakni pertama, pembangunan dan pengelolaan terpadu wilayah laut dan pesisir pantai. Seperti kita ketahui, banyak penduduk Indonesia yang hidup di wilayah pesisir pantai serta memanfaatkan sumberdaya laut di sekitarnya sebagai sumber penghidupan. Jika pemerintah ingin mewujudkan tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan konstitusi negara yakni memakmurkan bangsa Indonesia, maka sudah sepantasnya jika kebijakan pembangunan ekonomi seoptimal mungkin dibangun dan diarahkan pada pembangunan ekonomi yang berorientasi pada sumberdaya alam laut dan lahan disekitar wilayah laut tersebut dimana banyak penduduk Indonesia hidup di sekitar wilayah itu.

Kedua, pemerintah Indonesia harus mengeluarkan kebijakan pembangunan ekonomi sektor kelautan yang dapat menjamin keberlangsungan pengelolaan sumber daya laut seperti perikanan, pariwisata bahari dan jasa kelautan dan melakukan pertambangan di wilayah laut dengan juga memperhatikan upaya konservasi alam laut Indonesia. Perhatian yang besar dari pemerintah untuk mengembangkan potensi ekonomi sumber daya laut harus memberikan keleluasaan kepada masyarakat Indonesia untuk menggarap dan memproduksi komoditas kelautan secara bebas dan tidak lupa sosialisasi tentang kelestarian alam laut Indonesia juga harus diperhitungkan. Kebebasan berupa jaminan keberlangsungan usaha termasuk pemberian kredit usaha dengan pengawasan jaminan pembayaran (cashback) oleh lembaga ekonomi yang tepat, disini peran koperasi usaha nelayan dan bank memiliki peran yang cukup signifikan. Selain itu pemerintah harus mengusahakan pengelolaan potensi kelautan tadi mampu bersaing dengan komoditas lainnya yang ditawarkan di pasar internasional.

Ketiga, jaminan keamanan usaha sektor kelautan seperti pengawasan dari upaya perampokan, pencurian, penyelundupan dan kejahatan transnasional lainnya harus menjadi perhatian pemerintah. Kebijakan pemerintah juga termasuk pertahanan bagi penegakan hukum laut dan sekitarnya serta menegakkan wibawa dan kedaulatan negara Indonesia. Disini peran organisasi pertahanan seperti TNI AL dan polisi laut dan juga dukungan dua matra pertahanan lainnya (AD dan AU) memiliki jasa besar bagi sistem pertahanan dan keamanan negara yang integratif di wilayah laut Indonesia. Karena itu pemerintah harus membangun organisasi pertahanan dalam hal ini adalah TNI yang besar, kuat dan profesional.

Pengembangan potensi ekonomi kelautan dan pertahanan wilayah laut membutuhkan komitmen, konsistensi, koordinasi dan partisipasi aktif dari berbagai sektor yang terkait (pemerintah, stakeholders dan masyarakat). Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kesamaan pola pikir dan pola tindak yang terintegrasi dari semua pihak dalam mewujudkan kebijakan lintas sektoral untuk mempercepat pembangunan perikanan, pariwisata bahari dan jasa kelautan termasuk kemungkinan pelaksanaan usaha pertambangan minyak, gas dan mineral serta aspek pengawasan dan pertahanannya.
Jika pemerintah Indonesia dapat merumuskan sekaligus menerapkan kebijakan ekonomi dan pertahanan strategis berbasis kelautan secara konsisten dan efektif, maka tidak menutup kemungkinan bahwa pembangunan sektor kelautan Indonesia akan berjalan sesuai harapan untuk mendongkrak kehidupan ekonomi masyarakat dan pertahanan negara Indonesia menjadi lebih baik dalam rangka mewujudkan berdirinya negara maritim Indonesia yang disegani di dunia.

Pengembangan Organisasi Ekonomi Kelautan
Salah satu pelaku ekonomi sumber daya kelautan yang telah berlangsung secara turun menurun dan membudaya adalah nelayan. Sebagai bagian dari warga negara Indonesia, sampai saat ini nelayan yang tinggal di pesisir pantai masih terkenal sebagai kelompok warga negara yang miskin dan tertinggal dalam pembangunan sehingga perlu diberdayakan secara kehidupan ekonomi dan sosialnya.
Data yang ada mengenai tingkat kemiskinan masyarakat pesisir pada tahun 2002 sebanyak 32 persen dari jumlah penduduk miskin Indonesia. Angka ini sudah pasti bertambah lagi seiring dengan terjadinya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tahun 2005 dan 2008. Kemiskinan yang dialami warga nelayan karena mereka kurang memiliki modal dan fasilitas yang memadai untuk bergerak di sektor usaha perikanan. Sampai saat ini armada perikanan tangkap didominasi oleh armada tradisional seperti perahu tanpa motor dan sebagian kecil armada teknologi sederhana seperti motor tempel dan kapal motor.
Untuk mengatasi masalah kemiskinan nelayan, pemerintah harus mengembangkan organisasi ekonomi seperti bank dan koperasi nelayan untuk menyalurkan permodalan bagi keberlangsungan usaha penangkapan ikan. Sistem pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai implementasi kebijakan ekonomi dan pembangunan yang propoor layak diteruskan namun dengan perbaikan pelaksanaan dan pengelolaan pemberian modal seperti memudahkan akses nelayan untuk memperoleh pinjaman modal usaha. Kemudahan akses tersebut dengan cara membangun bank-bank pelaksana pemberian modal usaha di wilayah sentra nelayan di pesisir pantai dan sekitarnya, sehingga nelayan tidak perlu pergi jauh ke kota untuk mengakses kredit usaha tersebut. Koperasi-koperasi nelayan juga harus dibina dengan baik bekerjasama dengan bank pelaksana pemberi kredit usaha. Pengembangan koperasi nelayan sebagai wujud pelaksanaan ekonomi kerakyatan.
Selain pemberian modal usaha, pemerintah juga memberikan kemudahan akses memperoleh teknologi kapal dan alat tangkap lainnya. Begitupula sosialisasi mengenai variasi musim yang menentukan hasil tangkapan ikan. Kemiskinan nelayan juga disebabkan karena keterbatasan teknologi alat tangkap dalam menyiasati variasi musim ikan. Sebagai contoh, di Pasuruan, musim teri-nasi adalah Desember-April. Tapi, setelah April, nelayan di Pasuruan membutuh alat tangkap lain supaya bisa menangkap ikan selain teri. Keterbatasan modal membuat nelayan hanya punya satu alat tangkap sehingga kepastian hidupnya hanya pada saat musim ikan tertentu. Karena itu perhatian pemerintah dalam pengembangan teknologi penangkapan mutlak dilakukan.
Nelayan juga harus diberi bantuan untuk melakukan budi daya ikan agar usaha perikanan bagi nelayan dapat berlangsung secara terus menerus.
Terpenuhinya kebutuhan bahan bakar usaha perikanan untuk nelayan. Meskipun terjadi krisis bahan bakar dan naiknya harga solar. Demi keberlangsungan usaha nelayan dan peningkatan kehidupan ekonominya, pemerintah harus berpihak kepada nelayan dengan cara menyediakan bahan bakar bagi usaha nelayan tersebut, atau melakukan subsidi BBM alternatif bagi nelayan. Jangan sampai terjadi kelangkaan BBM yang membuat harga BBM tersebut berlipat ganda. Kondisi ini membuat nelayan semakin tak berdaya karena harga ikan hasil tangkapannya tak sesuai dengan harga pembelian BBM. Besar pasak daripada tiang!
Disamping pengembangan organisasi ekonomi di tingkat mikro seperti nelayan dan koperasi nelayan, pemerintah juga harus mengusahakan keberadaan organisasi ekonomi tingkat makro seperti usaha-usaha industri perikanan yang mempunyai orientasi pasar manca negara, tentu saja dengan melibatkan kerjasama dengan para nelayan Indonesia, sehingga kehidupan ekonomi akan semakin meningkat. Coba kita bayangkan apabila para nelayan Indonesia produktif dalam menangkap ikan dan membudidayakan, sementara itu ada organisasi penampung hasil usaha perikanan nelayan yang memberikan harga yang sesuai (tidak menekan harga), serta didampingi oleh koperasi dan bank sebagai penyedia modal agar usaha perikanan dapat berjalan secara terus menerus. Tentu hal ini akan semakin cepat mengangkat derajat ekonomi dan kehidupan para nelayan.
Disamping usaha perikanan, sektor pariwisata bahari dan pertambangan perlu juga digerakkan. Pemerintah perlu mengundang sejumlah investor dan industriawan untuk mau mengelola sektor kelautan baik pertambangan, jasa kelautan dan pariwisata dengan baik dan efisien. Melalui kerjasama yang baik dan posisi tawar yang kuat, maka pemerintah Indonesia dapat melakukan kerjasama usaha pengelolaan sumber daya alam laut secara optimal, jangan sampai kerjasama tidak berpihak bagi kepentingan ekonomi Indonesia seperti halnya kerjasama yang terjadi di daratan antara pemerintah dan pengusaha pertambangan.
Pengembangan sektor kelautan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya jika tidak tersedia infrastruktur dan fasilitas pendukung lainnya. Pemerintah dalam hal ini diharapkan dapat menyediakan prasarana dan sarana jalan, telekomunikasi, energi dan sebagainya. Prasarana jalan yang dibangun pemerintah akan memberikan kemudahan akses bagi nelayan dan masyarakat pesisir menuju kota dengan lancar, mudah juga murah. Prasarana jalan yang dibangun pemerintah diharapkan mampu menghubungkan pusat-pusat produksi kelautan dengan kapasitas jalan yang dapat dilalui kontainer-kontainer, termasuk membuka akes jalan serta ketersediaan listrik di daerah-daerah terisolir di pesisir pantai.
Pembangunan kelautan Indonesia memerlukan pendekatan pengembangan organisasi ekonomi yang dapat mengakomodasi secara integral dan efisien setiap aktivitas produksi dan distribusi serta pemasaran. Untuk itu pengembangan teknologi produksi, sistem angkutan serta strategi pemasaran menjadi bagian yang harus diperhatikan sebagai prasyarat pengembangan ekonomi kelautan Indonesia.

Pengembangan Penelitian dan Teknologi Kelautan
Pengembangan penelitian kelautan dilakukan dalam rangka membangun pengetahuan, data dan informasi mengenai kondisi kelautan Indonesia (potensi dan tantangannya). Penelitian ini diperlukan untuk merancang kebijakan dan teknologi yang tepat guna dalam rangka pengelolaan komoditas kelautan agar memiliki nilai ekonomi yang tinggi begitu pula dengan penerapan teknologi pertahanan berbasis kelautan.
Pengembangan penelitian dan teknologi kelautan tidak akan terlaksana jika sumber daya manusia (SDM) di bidang kelautan tidak ditingkatkan keahliannya. Dalam hal ini sektor pendidikan kelautan perlu juga mendapat perhatian dari pemerintah. Para mahasiswa tidak hanya belajar didalam kelas mengenai kelautan dan perikanan, melainkan juga ahli dalam bidangnya seperti mengoperasikan sailing boat, survey bawah laut, pemetaan digital, pengembangan teknologi alat tangkap dan pengelolaan sumber daya alam bawah laut, teknologi angkutan termasuk merancang teknologi persenjataan yang sesuai dengan kondisi kelautan kita. Teknologi yang dihasilkan diarahkan kepada produksi yang memiliki nilai jual yang tinggi dan mampu bersaing di pasar domestik maupun internasional. Dalam rangka mewujudkan negara maritim Indonesia, pemutahiran teknologi alutsista (alau utama sistem senjata) yang tepat di wilayah perairan Indonesia harus menjadi prioritas utama dalam mengembangkan sistem pertahanan kelautan Indonesia.
Penyelenggaraan Konservasi Alam Kelautan Indonesia
Agar sumber daya kelautan dapat dikelola secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, maka wilayah laut juga memerlukan konservasi dalam berbagai bentuk perlindungan alam. Beberapa tindakan yang harus segera diambil seperti mempertahankan integritas DAS (Daerah Aliran Sungai), memperluas hutan bakau, meminimalisir maraknya perambahan hutan dan akibat kegiatan pertambangan yang menyebabkan erosi dan sedimentasi yang dapat merusak terumbu karang dan perikanan di wilayah laut Indonesia. Dalam hal ini dibutuhkan kesadaran masyarakat dan seluruh komponen bangsa untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam laut Indonesia.

Pengembangan Organisasi Pertahanan Strategis dalam Negara Maritim
Dalam rangka mewujudkan negara maritim Indonesia, sudah seharusnya pemerintah mengubah paradigma pembangunan yang semula berorientasi darat, kepada orientasi laut. Perubahan paradigma itu, bukan saja dalam bidang pembangunan ekonomi dan politik, tetapi juga dalam hal kekuatan pertahanan negara. Dalam konteks itulah, maka idealnya, TNI AL sebagai organisasi pelaksana utama pertahanan strategis negara maritim menjadi terkuat dan nomor satu di dunia. Dengan mewujudkan TNI-AL yang kuat, Indonesia dapat melindungi kekayaan laut, menjaga keamanan lalu lintas laut, dan mencegah laut sebagai media kejahatan transnasional seperti kejahatan illegal logging, illegal fisihing, illegal mining, human traficking, penyelundupan senjata, narkoba dan terorisme. Membangun TNI- AL yang kuat juga merupakan upaya menegakan kedaulatan negara dari upaya perebutan wilayah dan berbagai pelanggaran hukum di wilayah laut Indonesia.
Meskipun TNI AL sebagai komponen utama dalam menegakkan kedaulatan dan menjaga pertahanan-keamanan negara maritim, namun TNI AL tidak akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik apabila tidak didukung oleh pembangunan komponen pertahanan lainnya seperti AU, AD dan kepolisian. Demi keadilan dan kestabilan politik, demi mewujudkan negara maritim Indonesia seluruh komponen bangsa harus dikuatkan yakni kewibawaan pemerintah, organisasi pertahanan AL, AD, AU dan kepolisian termasuk kekuatan ekonomi rakyat. Strategi pertahanan diarahkan kepada pertahanan kedaulatan maritim dan melindungi sumber daya alam yang berada di dalamnya.
Sistem pertahanan bagi negara maritim juga harus didukung oleh pengadaan alutsista yang cocok dengan kondisi perairan dan wilayah geografis Indonesia yang memiliki kompleksitas yang tinggi. Selain tantangan menghadapi kejahatan transnasional, letak wilayah Indonesia rentan menjadi wilayah kepentingan dan pengaruh berbagai kekuatan-kekuatan militer negara timur dan barat. Mempelajari peta konflik politik dan kekuasaan negara-negara di dunia, letak geografis wilayah Indonesia menunjukkan peran yang besar bagi Indonesia untuk turut menjaga perdamaian dunia. Atas dasar potensi dan tantangan tersebut, kita tidak perlu menunggu banyak waktu lagi untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim yang besar dan kuat di dunia.
Belajar dari pengalaman embargo senjata pertahanan yang pernah dilakukan oleh negara adidaya kepada Indonesia, maka pemerintah perlu memanfaatkan industri pertahanan nasional untuk memproduksi senjata yang kualitasnya tidak kalah dengan produksi negara lain. Dalam hal ini, industri senjata seperti PT. Pindad dan perusahaan industri bahan baku seperti Krakatau Steel perlu direvitalisasi kembali dalam rangka mendukung industri pertahanan nasional yang mana harga dan kualitasnya kompetitif bersaing di pasar mancanegara.
Mewujudkan negara maritim Indonesia tiada lain bertujuan untuk menegakkan kejayaan laut dan pengakuan atas kedaulatan wilayah laut Indonesia oleh negara lain termasuk kedaulatan atas aktivitas-aktivitas ekonomi di wilayah laut dan pesisir. Untuk mempertegas kedaulatan atas wilayah laut Indonesia, pemerintah harus membangun dan mengembangkan potensi ekonomi sumber daya alam laut dan wilayah pesisir. Kuatnya pondasi ekonomi berbasis kelautan disertai benteng pertahanan wilayah laut yang strategis dan kuat merupakan simbol kekuatan negara maritim.
Doktrin negara maritim yang ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia adalah cara pandang wilayah laut sebagai kekuatan pemersatu bangsa, sumber ekonomi untuk membangun bangsa, dan mendorong kejayaan bangsa bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Mewujudkan kejayaan di laut adalah dengan menghimpun kekuatan yang mendorong persatuan serta memanfaatkan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga mampu menjaga kesatuan dan keutuhan wilayah (= kedaulatan) Negara Kesatuan Republik Indonesia.

KESIMPULAN
Dalam doktrin negara maritim, laut seharusnya dipandang sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk mewujudkan negara maritim yang besar dan kuat, negara harus ditopang oleh pengembangan ekonomi yang bersumber pada kekayaan laut Indonesia. Alasan pentingnya pengembangan ekonomi berbasis kelautan karena kawasan laut memiliki keragaman potensi alam yang memiliki nilai jual tinggi dan memiliki dimensi pengembangan yang lebih luas daripada dimensi pengembangan ekonomi di daratan. Pengembangan ekonomi bidang kelautan ini dapat menjadi sektor utama (leading sector) yang dapat mengeluarkan bangsa ini dari jebakan krisis ekonomi menuju terwujudnya bangsa Indonesia yang maju, makmur, mandiri dan berkeadilan.
Pengembangan potensi kelautan harus dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan disertai pembangunan infrastruktur yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi, kemampuan produksi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Pembangunan infrastruktur dan percepatan pembangunan sektor kelautan menuntut pemenuhan berbagai kompatibilitas atau keserasian penanganan. Pola dan tindakan integratif dilakukan dengan cara menjalin kerjasama lintas sektoral yakni kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah dalam menetapkan kebijakan dan program; pihak swasta baik nasional maupun internasional dalam partisipasi penyelenggaraan industri kelautan dan jasa pelayanan infrastruktur; serta partisipasi masyarakat luas dalam proses pembangunan, penggunaan dan pengawasan bidang kelautan.
Meskipun kekayaan laut Indonesia berlimpah namun belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena salah satu hambatannya adalah kurangnya sumber daya manusia bidang kelautan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, dan kerjasama kelembagaan kelautan yang belum optimal. Untuk itu diperlukan partisipasi lembaga penelitian dan ikatan profesi untuk meningkatkan kualitas SDM kelautan, melakukan kajian kelautan dan pelaksanaan survei kelautan demi kepentingan pengembangan ekonomi dan pertahanan strategis dari sisi pengetahuan dan pengembangan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kondisi wilayah perairan dan sumber daya laut kita.
Pengembangan potensi laut sebagai leading sector pengembangan ekonomi bangsa akan memberikan dampak bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Peningkatan penghidupan akibat adanya peningkatan produktivitas dan pendapatan ini akan mendorong dan memberikan dampak positif terhadap aktivitas ekonomi masyarakat yakni mendorong peningkatan transaksi jual-beli barang dan jasa. Kemmapuan daya beli ini akan dibarengi dengan kemampuan investasi sektor riil baik dalam bentuk simpanan (saving) maupun pengembangan usaha. Investasi yang dilakukan masyarakat kemudian akan mendorong produktivitas dan meningkatnya kemampuan daya beli masyarakat. Meningkatnya produktivitas, konsumsi dan investasi pada gilirannya akan meningkatkan perekonomian bangsa. Peningkatan perekonomian ini secara signifikan akan meningkatkan peran pemerintah untuk memberikan pelayanan publik, berupa pembangunan nasional (pengembangan fasilitas publik) dan sebagainya.
Disamping pengembangan ekonomi, pemerintah Indonesia perlu juga merumuskan kebijakan pertahanan strategis berbasis kelautan mengingat sektor laut dengan luas dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya telah memberikan tantangan-tantangan nyata bagi bangsa Indonesia. Urgensi pengembangan ekonomi dan pertahanan sektor kelautan dibuktikan oleh beberapa kejahatan yang dilakukan bangsa lain seperti mencuri kekayaan laut Indonesia berupa illegal fishing, illegal logging, dan menjadikan laut Indonesia sebagai media angkutan ilegal seperti human trafficking, terorisme dan narkoba yang jelas-jelas dapat menghancurkan masa depan anak bangsa. Masalah yang baru-baru ini dihadapi bangsa Indonesia adalah perebutan wilayah kawasan perbatasan darat dan laut oleh tetangga yang katanya saudara serumpun kita. Dalam hal pengembangan pertahanan strategis, pemerintah harus mengupayakan penegakan hukum terhadap semua peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan kelautan dan menegakkan kedaulatan atas wilayah laut yang dimiliki. Untuk itu diperlukan organisasi pertahanan dan keamanan wilayah laut yakni TNI AL dan polisi laut serta dukungan kekuatan AD dan AU serta jajaran birokrasi yang bersih dan berdedikasi tinggi yang mengabdi pada kejayaan negara.
Semuanya itu membutuhkan kerja keras, komitmen dan konsistensi dari semua komponen bangsa bagi terwujudnya negara maritim Indonesia yang kuat dan besar. Biaya yang dikeluarkan memang tidak sedikit, namun selama kita memiliki komitmen yang kuat, pengembangan ekonomi dan pertahanan strategis berbasis kelautan dapat dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Dengan demikian terwujudnya negara maritim Indonesia yang besar dan kuat serta peningkatan kesejahteraan rakyat dalam waktu singkat dengan menggarap potensi laut yang besar, bukanlah hal yang tidak mungkin. Indonesia yang kaya raya akan potensi alam lautnya tidak akan memberi arti apa-apa bagi kehidupan rakyat, apabila kita semua tidak mampu mengelola potensi tersebut secara baik dan profesional bagi terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia sekarang dan di masa depan.

Referensi
Kirmanto, Djoko, “Dukungan Bidang Pekerjaan Umum Pada Sekto Kelautan Dan Perikanan”, Pidato Menteri Pekerjaan Umum $Pada Acara Rapat Kerja Nasional Departemen Kelautan Dan Perikanan, Jakarta, 1 Mei 2006
Kustantiny, Anny, MBus., Penerapan Teknologi Survei Laut Untuk Pembangunan Sektor Kelautan (The Application Of Marine Survey Technology For Marine Development), Prosiding Seminar Teknologi untuk Negeri 2003, Vol. IV, hal. 149 - 155
Kusumaatmadja, Sarwono, “Visi Maritim Indonesia: Apa Masalahnya?”, Berita Maritim Indonesia, 9 Desember 2008
MT, Darlis, “50 Tahun Deklarasi Djoeanda”, Situs Berita Indonesia, 2 Desember 2008
Poernomo, Dr. Soen’an Hadi, M.Ed., “Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan Harus Sektor Kelautan Memerlukan Kebijakan Yang Integratif”, Departemen Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia, November 2008
Sadono, SH., “Pertahanan Negara yang Kuat Sebagai Harga Diri Bangsa dan Negara”, Buletin Balitbang Dephan, STT No. 2889, Volume 9 Nomor 17 Tahun 2006
Toer , Pramoedya Ananta, “Arti Penting Sejarah”, Pidato pada peluncuran ulang Media Kerja Budaya, 14 Juli 1999 di Aula Perpustakaan Nasional
Wahyudin, Yudi, “Kebijakan Pembangunan Kelautan Pasca Pemilu”, Harian Suara Karya, 26 Mei 2004

Ditulis dalam rangka mengikuti Lomba Karya Tulis
Peringatan Hari Samudra Tahun 2009

Negeriku...CIntaku, Mimpiku

“Mari temani aku, Tuan!”, ajak seorang pria muda berkulit putih bersih memakai baju biru kotak-kotak itu kepadaku. Ia melambaikan tangan seraya melemparkan senyuman yang tulus dan akrab. Sejenak aku terperanjat dengan keadaan disekelilingku, meskipun sebenarnya pemandangan kota ini tidak asing, tapi suasana yang kudapatkan sangat tidak biasa.
Laki-laki putih itu lantas menarik tanganku, dengan segera ia merangkulkan lengannya di pundakku, dan tak henti-hentinya tersenyum. Ia berkata kepada semua orang yang kami jumpai, “hai, this is my friend!”. Semua orang yang ia sapa melihat kearahku, dan melemparkan senyum tulus mereka. Aku pun membalas senyuman itu tak kalah tulusnya. Meskipun aku orang asing, tetapi aku merasa begitu dihargai di kota ini.
Sedikit aneh memang, biasanya ketika aku berjumpa dengan orang yang baru kukenal aku merasa sangat ketakutan. Orang-orang yang baru kujumpai biasanya akan bertanya tentang asal-usulku. Lantas mereka pun akan bereaksi sesuatu yang sudah bisa aku terka, “Oh, orang Sumatera itu kasar-kasar, tidak sopan, kalo ngomong teriak-teriak,” ... dan sejuta label negatif lainnya melekat dengan ke-Sumatera-an ku. Begitulah sinisme yang selalu menghiasi kehidupan sosialku. Aku sebenarnya muak dengan generalisasi tautologis karakter sosial seperti itu, memandang seseorang dengan stereotype tertentu. Bagiku, tidak semestinya ada suku yang merasa dirinya lebih hebat, lebih mulia, ataupun lebih dari segalanya, karena Tuhan menciptakan semua makhluknya dengan kekurangan dan kelebihan, tanpa kecuali. Itulah kondisi yang terjadi di negeriku saat ini, bangsa yang rasis!
Ketika aku masih sibuk memandangi keadaan disekelilingku, pria muda tadi berceloteh tidak henti-hentinya, entah apa yang ia katakan, yang jelas ia begitu membanggakan negeri yang aku singgahi ini. Dalam perjalanan, aku melihat sebuah mall yang berdiri sangat megah, ia pun mengajakku untuk singgah sebentar dan melihat-lihat kedalamnya. Tampak disana semua orang berpakaian rapih dan bersih, ada yang berpenampilan sederhana dan ada juga yang mewah, tapi wajah ramah dan bersahaja tak pernah lepas terpancar di wajah mereka, orang-orang tampak saling bertegur sapa tersenyum ramah.
“Lihatlah, itu barongsai,” seru pria muda itu sangat antusias. “Tarian ular naga sedang meliuk-liukan tubuhnya, atraktif bukan?” tanyanya kemudian.
Aku tidak mengerti atraksi barongsai, karena sungguh dinegeriku aku belum pernah melihat tarian seperti itu. Melihat dahiku yang sering mengkerut, pria muda itu menunjukkan jarinya ke arah selatan gedung mall megah yang kami singgahi. Kulihat semua orang tanpa kecuali menikmati atraksi tersebut. Seorang anak yang ragu dan takut menyerahkan sebuah apel merah kepada sang naga, sang naga pun membalas dengan memberinya pita berwarna putih. Anak itu pun menerima dengan gembira, mengagumi keberaniannya.
“Dulu atraksi barongsai pernah dilarang disini, karena atraksi itu dari sebuah ras yang tidak asli dari negeri ini. Mereka pendatang, namun karena banyak yang bermukim disini, akhirnya mereka menjadi warga negara disini. Perjuangannya sangat panjang dan dramatis hanya untuk diterima menjadi bagian dari bangsa ini. Mereka seringkali dijadikan lahan subur pemerasan oleh birokrasi, terutama masalah administrasi kependudukan. Tapi sudahlah, itu masa lalu, sekarang mereka sudah diterima dengan sangat terbuka, hari raya mereka diakui menjadi hari libur nasional, dan agama mereka juga diakui negara. Sudah tidak ada lagi diskriminasi antara pribumi dan non pribumi di negeri kami”, jelas pria itu.
Aku kadang tersenyum geli melihat tingkah teman baruku yang ekspresif itu. Kalau di negeriku, semua orang sepertinya harus memendam perasaan yang teramat dalam, kami tidak bebas menunjukkan isi hati dan perasaan, semua harus serba abu-abu, bangsa yang menak, elegan, dan berwibawa itulah mitosnya, harus menahan perasaan, jangan terlalu senang, jangan pula terlalu sedih, ..........biasa-biasa sajalah, tenang dan datar. Negeri tanpa emosi, meskipun sekarang terbukti, emosi itu akhirnya meledak, karena masyarakat terlalu lama memendam rasa kecewa dan marah. Pikirku di dalam hati.
Pria itu kemudian meneruskan perjalanannya, dan aku mengikuti langkahnya yang terasa begitu cepat. Ia segera memasuki sebuah kedai kopi yang cukup bergengsi di mall ini. “Aku haus, kita istirahat dulu sebentar”, kata pria itu kepadaku. Kemudian ia segera menuju sebuah meja. Ternyata disana telah berkumpul tiga orang pria, mereka sedang bercengkrama akrab sambil tertawa. “Aku membawa seorang teman”, ujar pria putih temanku tadi. Tiga pria itu langsung melihatku, tersenyum, menyalamiku, lantas mempersilahkan aku duduk. Sesaat, phobia ku kembali muncul, ketakutan yang luar biasa, aku takut mereka bertanya tentang siapa aku. Pikiranku segera melayang, berpindah ruang dan dimensi, dimana tempat sesungguhnya aku bermukim. Aku pun teringat kembali saat orang-orang di negereki bertanya tentang aku. “Namaku Alvian, panggil saja vian, aku orang Indonesia, lahir di Sumatera, tapi aku bukan asli sana kok, ibuku keturunan Jawa tepatnya dari Cirebon-Pekalongan, bapakku memang asli Sumatera, tapi aku lebih senang disebut orang Indonesia, daripada harus ikut bapak atau ibuku. Begitulah kira-kira jawabanku, aku takut mereka akan memperolok aku, menyakiti perasaan aku dengan sinisme rasialis, aku takut tidak diterima disini, jadi aku harus berkelit untuk menceritakan siapa aku.
Dalam pandanganku, mereka semua orang jahat, mendominasi, sok berkuasa dan sok pintar. “Keturunan Jawa? Huh, Jawa Palsu”. Itulah tanggapan yang akan keluar dari mulu sepertinya mereka, atau.... “Oh orang Sumatera yang suka.......”, rasis, rasis, sekali lagi rasis, aku benci, bertahun-tahun aku hidup selalu menemukan hal yang seperti ini. Untungnya ini bukan saja terjadi pada aku, tetapi juga pada temanku dari Papua, Makasar, Madura, Padang, Aceh, bahkan dari Tionghoa, kami selalu mendapatkan stereotype negatif versi mereka, mereka pikir mereka orang suci apa? Tidak punya cacat apapun, sejak kapan kami berdosa karena lahir dari wilayah dan suku tertentu, padahal kalo tidak ada kami tidak akan ada wilayah Indonesia yang katanya sungguh luas dengan kekayaan alam yang kaya, Indonesia bukan cuma pulau Jawa bukan?
“Hei, kok melamun?”, tanya seorang disebelahku sambil tersenyum.
Akupun tersentak dan kemudian tersadar, kudengar perlahan-lahan diskusi mereka.
“Ideologimu apa?”, tanya seorang lagi kepadaku.
Hah.... aku terkejut mendengar pertanyaan seperti itu. Belum pernah ada orang yang melemparkan pertanyaan begitu kepadaku. Selama ini, di negeri kami, orang-orang selalu digiring pada ideologi yang sama, meskipun ideologi itu tidak terselami dan merasuk pada perilaku kami dengan baik.
“Aku, hm...seorang kapitalis muda”, jawabku sedikit lantang, baru kali ini aku merasa bebas mengungkapkan ingin jadi apa aku sebenarnya, tanpa sedikitpun rasa takut.
Mereka tertawa, memecahkan keheningan suasana.
“Aku juga, ingin menjadi seorang kapitalis muda”, jawab seorang teman yang lain tiba-tiba.
“Tapi jangan terlena kau, meskipun kapitalis, jangan cuma mengejar keuntungan. Ingatlah orang kecil, jangan memikirkan diri sendiri, lihat aku seorang sosialis sukses di bidang usaha pertanian dan perkebunan, hidupku kuabdikan untuk mengangkat derajat hidup masyarakat kecil pinggiran”, sahut seseorang lagi kepadaku dan temannya yang kapitalis itu.
“Kamu tidak tahu, setiap event yang aku kerjakan dengan megah, disitu ada keuntungan yang disisihkan untuk bakti sosial”, balas teman yang juga kapitalis.
“Kalo aku sih lebih suka menjadi seorang muslim, hidupku kuabdikan untuk beribadah kepada Allah Swt dan menjalin harmonisasi sosial”, ujar yang lainnya.
“Syukurlah..., Allhamdulilah..., puji Tuhan.....”, sahut kami bersamaan.
“Meskipun kami semua berbeda, kami bebas berdiskusi tanpa harus mencela, ideologi itu pilihan hidup, tidak perlu dibesar-besarkan, kami semua bergerak untuk tujuan yang satu, kebahagiaan dan kesejahteraan hidup bersama. Kami menjalankan usaha, melaksanakan pendidikan, dan teman yang satu itu, ia seorang birokrat profesional, misinya menata pemerintahan agar mampu memberikan pelayanan yang baik bagi warga disini”, jelas salah seorang dari mereka yang membuatku semakin iri karena kehebatan negeri ini, bebas namun tetap mampu menghargai satu sama lain.
Tak lama kemudian, pria muda berkulit putih temanku tadi beranjak pergi, aku pun mengikuti dia. Di perjalanan aku bertanya kepadanya,” Mengapa negerimu begitu indah?”
“Kesadaran kolektif dan kontrak sosial”, jawabnya singkat.
Aku mengrenyitkan dahiku, membentuk garis-garis tebal disana, aku bingung apa maksud pria itu.
Ia pun tersenyum, kemudian memberikan penjelasan panjang lebar kepadaku.
“Dulu sebenarnya tidak seperti ini....”,ucapnya lirih. Aku mendengarkannya dengan seksama. Mukanya, ia tengadahkan ke atas menatap langit, kemudian ia kembali pada posisi semula, matanya menatap ke depan menerawang hendak menembus cakrawala. Ia pun bercerita tentang masa lalu negerinya yang pernah suram.
“Bangsaku pernah menjadi bangsa yang besar di mata dunia...., partisipasi politik begitu tinggi, integrasi bangsa yang utuh, negeri yang damai, tapi semua itu semu. Kami dipaksa berpartisipasi, kami dipaksa bersatu, kami dipaksa patuh, tapi kami tidak diberi kesempatan mengungkapkan keinginan. Kami harus diam demi menjaga kesatuan dan stabilitas keamanan. Kekayaan daerah dirampas untuk pembangunan, tapi pembangunan di daerah kami tidak sebanding dengan kekayaan alam yang kami miliki, pembangunan hanya di sekitar ibukota negeri demi ambisi menjadi sebuah kota metropolis dan negara industri. Budaya kami diseragamkan, hingga tidak lagi mengenal nilai dan budaya khas daerah kami, pendatang masuk ke daerah kami, tapi kami dibeda-bedakan. Pedagang tradisional, petani dan nelayan tidak pernah diperhatikan, padahal mereka adalah pilar utama ekonomi bangsa, penguasa kami hanya memikirkan kroni mereka, sekelompok kapitalis muda seperti kamu, yang serakah, merampas hutan, kekayaan laut, lahan sawah, sampai sentra kegiatan ekonomi tradisional kami demi haus keuntungan yang tak pernah habis-habisnya. Para kritikus diberangus, diculik, dihilangkan, dipenjara dan ada pula yang ditembaki secara massal. Rakyat kemudian bersatu mendesak sang penguasa mundur, seketika negeri ini menjadi kacau balau, porak poranda, rakyat yang memendam amarah bak kuda liar, saling tuding dan berperang hanya karena hal yang kecil. Negeri yang damai dan ramah seketika menjadi negeri barbar, anarkis, tanpa hukum, saling bunuh dan saling bakar”.
“Kemudian......kami melakukan rekonsiliasi, dengan mengadakan rapat besar. Disanalah kami keluarkan apa yang ada didalam isi hati. Kami menjadi tersadar, bahwa kesatuan negeri ini kami perjuangkan bersama, dengan jiwa, harta, darah dan airmata. Tidak terkecuali, semua ikut berjuang. Kami masing-masing punya kekayaan yang sudah disediakan Tuhan, tidak boleh saling rebut, tetapi harus saling membantu, tidak ada yang merasa dirinya paling hebat, semua harus bersama-sama membangun negeri yang indah, kami menyadari bahwa kami bersatu dari perbedaan, karena itu kami harus menghargai perbedaan, tetapi meskipun berbeda, kami merasa ada penyatuan jiwa, yakni identitas nasional, yang tidak bisa membuat hati kami jauh dari negeri ini. Kami menyayangi satu sama lain, penguasa kami sekarang sangat bijaksana, mereka merasakan kehidupan rakyat. Pemerintah melayani kami dengan baik, dan hanya memikirkan kesejahteraan kami, kami sangat mencintai pemimpin kami. Kami mencintai negeri ini”.
Sekali lagi aku tersenyum getir memikirkan kondisi di negeriku sendiri. Pria putih itu kemudian menuju ke kamar kecil, aku pun mengikutinya. Sesampainya disana, ia segera membuang hajat kecilnya, akupun setia mengikuti apa yang dilakukannya.
“Hei lihat wajah kita sama”, seru pria putih itu seketika seraya menunjuk kearah cermin toilet yang tidak aku sadari keberadaannya.
Aku pun terperangah, memang sejak aku bertemu dia, aku tidak pernah menjumpai cermin satupun, tetapi baru aku sadari sekarang, wajah kami memang bak pinang di belah dua. Hah.......adrenalin ku memuncak, aku pun ketakutan, “Siapa kau?”, teriakku.....pria putih itu pun tersenyum, perlahan-lahan bayangannya kian menjauh, terusss........... menjauh. Pria putih semakin kabur dari pandanganku, dia tampak hanya seperti segumpal kabut yang terus terbang ke atas menuju langit yang jauh. Aku meronta-ronta, “Itukah aku? Apakah aku akan menuju nirwana? Oh jangan, aku masih ingin menjalani hidupku, yah mungkin suatu saat, aku bisa merasakan negeri yang indah seperti negerimu....”, aku berteriak dan meronta sekuat tenagaku.
“Pak.....bangun! sudah subuh, bapak tidak shalat?”. Sayup-sayup kudengar suara merdu.
Entah mengapa, aku merasakan sesuatu yang begitu hebat, nafasku tersengal-sengal, dalam tidurku kucoba menarik nafas yang panjang. Kubuka mataku perlahan. Sebentar aku merasa terperanjat, wajah pria itu kini berubah menjadi wajah cantik istriku. Tubuhnya yang harum memeluk aku, dan memposisikan aku untuk duduk dari tempat tidurku.
Aku pun mengusap wajah, dan menghela nafas yang panjang. Kucium kening istriku, lalu beranjak menuju kamar mandi, ku basuh muka dan kusiram dengan air wudhu. Allahuakbar.
Sayup-sayup kudengar dari kejauhan, suara orang-orang yang beribadah di belahan bumi yang lain, menyebut nama Tuhannya masing-masing.
Seusai menunaikan shalat, aku beranjak menuju televisi, kunyalakan, dan kusaksikan berita pagi.
Sekelompok warga pondok Indah kelapa membuat portal menutup jalan pintas yang melintasi perumahan mereka,... ditemukan sebuah bom kemarin di kedutaan, .....banjir melanda ibukota, mungkin sebentar lagi akan tenggelam, ...bencana kelaparan dan penyakit mematikan,.... politisi berebut kursi kekuasaan, .....kenaikan harga sembako gila-gilaan,......petani ribut gagal panen,..... penggusuran, ........ibu membunuh anaknya, anak diperkosa bapaknya, ........bayi-bayi kurang gizi, ......penjahat ditembak polisi,....... sidang dihentikan karena koruptor tergolek di rumah sakit,..... mahasiswa berdemo merusak pagar gedung pemerintah. Ya Tuhan, kapan negeri ini terlepas dari kutukan....?!
“Pak, tidak mandi, hari ini bapak kan harus ke kantor. Tadi ada telfon dari pak William, katanya jangan lupa hari ini ada meeting, presentasi laporan proyek, penandatanganan proyek baru, ... celoteh istriku melaporkan agenda acaraku hari ini, tapi untuk kali ini aku tak mau peduli. Aku mau tidur sepanjang hari.

@Catatan Novie Indrawati Sagita, 2008

Rabu, 11 November 2009

Profesionalisme Dua Lembaga

Kali ini muncul berita ttg hubungan 2 lembaga penting di Indonesia yg tidak harmonis. Dua lembaga itu yakni KPK dan Polisi. Pasalnya polisi memanggil 4 pimpinan KPK sehubungan dengan penyidikan korupsi di suatu perusahaan yg diduga menyalahhi prosedur, ketua KPK sendiri (antasari azhar—non aktif) dalam tahanan polisi sehubungan dengan kasus pembunuhan Nazarudin. KPK sendiri tengah menyelidiki kasus korupsi salah satu pimpinan polri. Bagaimana yah profesionalisme mereka dijalankan ditengah-tengah kepentingan esprit de corps masing2 lembaga?apakah mereka akan terus bersitegang dan saling menjatuhkan (tanpa mengindahkan aspek keadilan hukum) ataukah karena kepentingan yg terikat didalamnya menghasilkan kesepakatan win-win solution, sehingga kejahatan korupsi di Indonesia tidak terungkap secara adil.
Mudah2An du a lembaga penting ini mampu menjalankan tugasnya dengan baik dan profesional serta memperhatikan aspek keadilan dan hukum yg selama ini menjadi impian masyarakat Indonesia dalam penegakan hukum.